Bekas Mendikbudristek Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Kejagung, Kamis (4/9/2025). Saat yang sama, KPK juga selidiki kasus di era Nadiem.
Mengapa Nadiem Makarim Bisa Terjerat Kasus Pengadaan Laptop Chromebook di Kemendikbudristek?
Politik & Hukum
Oleh Tim Kompas
06 Sep 2025 08:08 WIB · Politik & Hukum
Kejaksaan Agung menetapkan bekas Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan 2019-2022, Kamis (4/9/2025). Pada Februari 2020, Nadiem diketahui melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia untuk membicarakan produk dari Google berupa program Google for Education. Dari situ, Nadiem diduga telah menyepakati dan memerintahkan penggunaan laptop Chromebook sebelum proses pengadaan dimulai.
”Dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan NAM dengan pihak Google telah disepakati bahwa produk dari Google, yaitu Chrome OS dan Chrome Device Management atau CDM, akan dibuat proyek pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi atau TIK,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Nurcahyo Jangkung Madyo.
Nadiem dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Untuk kepentingan penyidikan, tersangka Nadiem ditahan di Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Adapun kerugian keuangan negara dari kasus dugaan korupsi ini diperkirakan mencapai Rp 1,98 triliun. Namun, kerugian negara masih dalam penghitungan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek mulai diselidiki Kejagung pada Mei 2025. Proyek pengadaan laptop yang menjadi bagian dari Program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019-2022 itu menggunakan anggaran negara hingga Rp 9,9 triliun.
Dari penyidikan Kejagung diketahui bahwa pada medio Agustus 2019 dibuat grup percakapan di aplikasi WA berjudul ”Mas Menteri Core Team”. Anggotanya hanya tiga orang, yakni Jurist Tan, Nadiem Makarim, dan Fiona Handayani. Di grup itu dibahas rencana pengadaan Program Digitalisasi Pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebagai persiapan jika nanti Nadiem diangkat sebagai menteri.
Dua bulan kemudian, pada 19 Oktober 2019, Nadiem Makarim ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang kemudian nomenklaturnya berubah menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 2021. Jurist Tan pun diangkat sebagai staf khusus Nadiem Makarim sejak 2 Januari 2020 hingga 20 Oktober 2024.
Sejak Nadiem menjabat sebagai menteri, pembahasan pengadaan TIK berbasis sistem operasi Chrome bergulir. Prosesnya melibatkan Jurist Tan selaku staf khusus Nadiem, Sri Wahyuningsih selaku Direktur SD, Mulatsyah selaku Direktur SMP, dan Ibrahim Arief selaku pihak konsultan teknologi. Saat itu, Nadiem memerintahkan agar dilaksanakan pengadaan TIK tahun 2020 sampai 2022 menggunakan sistem Chrome OS dari Google. Padahal, proses pengadaan belum dimulai.
Dalam kasus ini, Sri Wahyuningsih, Mulatsyah, Ibrahim, dan Jurist Tan terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus di Kemendikbudristek yang diselidiki KPK terkait dugaan korupsi pengadaan Google Cloud saat Nadiem memimpin kementerian itu pada 2019-2024. Selain Nadiem, KPK telah memeriksa mantan Direktur GoTo Melissa Siska Juminto dan mantan Direktur Utama GoTo Andre Soelistyo, serta mantan staf khusus Nadiem, Fiona Handayani.
Kasus dugaan korupsi pengadaan Google Cloud di Kemendikbudristek terkait dengan pengadaan perangkat lunak dan sistem penyimpanan data yang menjadi tulang punggung program digitalisasi pendidikan di era pandemi Covid-19.
Penyelidikan kasus Google Cloud ini berjalan paralel dengan penanganan kasus pengadaan perangkat keras laptop Chromebook oleh Kejaksaan Agung, yang juga merupakan bagian dari paket kebijakan digitalisasi Kemendikbudristek di masa pandemi.
Fokus penyelidikan KPK, salah satunya mengarah pada proyek platform Google Cloud yang menjadi infrastruktur dasar bagi jutaan akun pembelajaran. Ditemukan indikasi korupsi pada proyek bernilai ratusan miliar rupiah ini, terutama terkait proses penunjukan langsung rekanan yang berjalan di tengah situasi darurat.
Pascapenetapan Nadiem sebagai tersangka oleh Kejagung, KPK memastikan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Google Cloud di Kemendikbudristek tetap berlanjut.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut, KPK akan berkoordinasi dengan Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung apabila ingin memanggil Nadiem.
”Ya, pastinya, kan, itu ada cara koordinasi dengan Jampidsus, dengan para penyidiknya kalau memang ada proses (penyelidikan),” kata Setyo, Kamis (4/9/2025).
Setyo menegaskan bahwa pengusutan kasus Google Cloud di KPK kini masih berada pada tahap penyelidikan. Karena masih di tahap penyelidikan, prosesnya belum bisa dijelaskan lebih rinci.
Kasus Nadiem bukan kali pertama saja kasus korupsi di sektor pendidikan. Data Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sejak 2016-2021, ada 240 kasus korupsi di dunia pendidikan dengan kerugian negara mencapai Rp 1,6 triliun.
Kasus Nadiem dan kasus yang terus berulang menunjukkan bahwa sektor pendidikan rentan korupsi. Peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mendorong agar ada perbaikan kualifikasi, terutama penempatan orang di level atas pemerintahan.
Herdiansyah mendorong kejaksaan untuk membongkar secara detail seluruh kejanggalan dalam pengadaan laptop tersebut, termasuk keterlibatan pejabat tingkat tertinggi lainnya. Penelusuran aliran dana atau strategi follow the money untuk memastikan siapa saja yang menikmati hasil korupsi juga mesti dilakukan penyidik.
Adapun pengajar Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berpendapat, demi mencegah korupsi, diperlukan transparansi semua informasi proyek di sektor pendidikan. Dengan keterbukaan itu, masyarakat mengetahui dan bisa mengawasi proyek itu.
”Dengan begitu, oknum atau orang-orang yang berniat melakukan korupsi berpikir dua kali untuk melakukannya. Namun, korupsi di birokrasi ini memang sudah sistemik sehingga perbaikan atau pencegahannya juga harus sistemik, yang salah satunya itu transparansi,” katanya.
Kejaksaan Agung menetapkan bekas Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan 2019-2022, Kamis (4/9/2025). Pada Februari 2020, Nadiem diketahui melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia untuk membicarakan produk dari Google berupa program Google for Education. Dari situ, Nadiem diduga telah menyepakati dan memerintahkan penggunaan laptop Chromebook sebelum proses pengadaan dimulai.
”Dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan NAM dengan pihak Google telah disepakati bahwa produk dari Google, yaitu Chrome OS dan Chrome Device Management atau CDM, akan dibuat proyek pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi atau TIK,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Nurcahyo Jangkung Madyo.
Nadiem dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Untuk kepentingan penyidikan, tersangka Nadiem ditahan di Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Adapun kerugian keuangan negara dari kasus dugaan korupsi ini diperkirakan mencapai Rp 1,98 triliun. Namun, kerugian negara masih dalam penghitungan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek mulai diselidiki Kejagung pada Mei 2025. Proyek pengadaan laptop yang menjadi bagian dari Program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019-2022 itu menggunakan anggaran negara hingga Rp 9,9 triliun.
Dari penyidikan Kejagung diketahui bahwa pada medio Agustus 2019 dibuat grup percakapan di aplikasi WA berjudul ”Mas Menteri Core Team”. Anggotanya hanya tiga orang, yakni Jurist Tan, Nadiem Makarim, dan Fiona Handayani. Di grup itu dibahas rencana pengadaan Program Digitalisasi Pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebagai persiapan jika nanti Nadiem diangkat sebagai menteri.
Dua bulan kemudian, pada 19 Oktober 2019, Nadiem Makarim ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang kemudian nomenklaturnya berubah menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 2021. Jurist Tan pun diangkat sebagai staf khusus Nadiem Makarim sejak 2 Januari 2020 hingga 20 Oktober 2024.
Sejak Nadiem menjabat sebagai menteri, pembahasan pengadaan TIK berbasis sistem operasi Chrome bergulir. Prosesnya melibatkan Jurist Tan selaku staf khusus Nadiem, Sri Wahyuningsih selaku Direktur SD, Mulatsyah selaku Direktur SMP, dan Ibrahim Arief selaku pihak konsultan teknologi. Saat itu, Nadiem memerintahkan agar dilaksanakan pengadaan TIK tahun 2020 sampai 2022 menggunakan sistem Chrome OS dari Google. Padahal, proses pengadaan belum dimulai.
Dalam kasus ini, Sri Wahyuningsih, Mulatsyah, Ibrahim, dan Jurist Tan terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus di Kemendikbudristek yang diselidiki KPK terkait dugaan korupsi pengadaan Google Cloud saat Nadiem memimpin kementerian itu pada 2019-2024. Selain Nadiem, KPK telah memeriksa mantan Direktur GoTo Melissa Siska Juminto dan mantan Direktur Utama GoTo Andre Soelistyo, serta mantan staf khusus Nadiem, Fiona Handayani.
Kasus dugaan korupsi pengadaan Google Cloud di Kemendikbudristek terkait dengan pengadaan perangkat lunak dan sistem penyimpanan data yang menjadi tulang punggung program digitalisasi pendidikan di era pandemi Covid-19.
Penyelidikan kasus Google Cloud ini berjalan paralel dengan penanganan kasus pengadaan perangkat keras laptop Chromebook oleh Kejaksaan Agung, yang juga merupakan bagian dari paket kebijakan digitalisasi Kemendikbudristek di masa pandemi.
Fokus penyelidikan KPK, salah satunya mengarah pada proyek platform Google Cloud yang menjadi infrastruktur dasar bagi jutaan akun pembelajaran. Ditemukan indikasi korupsi pada proyek bernilai ratusan miliar rupiah ini, terutama terkait proses penunjukan langsung rekanan yang berjalan di tengah situasi darurat.
Pascapenetapan Nadiem sebagai tersangka oleh Kejagung, KPK memastikan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Google Cloud di Kemendikbudristek tetap berlanjut.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut, KPK akan berkoordinasi dengan Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung apabila ingin memanggil Nadiem.
”Ya, pastinya, kan, itu ada cara koordinasi dengan Jampidsus, dengan para penyidiknya kalau memang ada proses (penyelidikan),” kata Setyo, Kamis (4/9/2025).
Setyo menegaskan bahwa pengusutan kasus Google Cloud di KPK kini masih berada pada tahap penyelidikan. Karena masih di tahap penyelidikan, prosesnya belum bisa dijelaskan lebih rinci.
Kasus Nadiem bukan kali pertama saja kasus korupsi di sektor pendidikan. Data Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sejak 2016-2021, ada 240 kasus korupsi di dunia pendidikan dengan kerugian negara mencapai Rp 1,6 triliun.
Kasus Nadiem dan kasus yang terus berulang menunjukkan bahwa sektor pendidikan rentan korupsi. Peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mendorong agar ada perbaikan kualifikasi, terutama penempatan orang di level atas pemerintahan.
Herdiansyah mendorong kejaksaan untuk membongkar secara detail seluruh kejanggalan dalam pengadaan laptop tersebut, termasuk keterlibatan pejabat tingkat tertinggi lainnya. Penelusuran aliran dana atau strategi follow the money untuk memastikan siapa saja yang menikmati hasil korupsi juga mesti dilakukan penyidik.
Adapun pengajar Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berpendapat, demi mencegah korupsi, diperlukan transparansi semua informasi proyek di sektor pendidikan. Dengan keterbukaan itu, masyarakat mengetahui dan bisa mengawasi proyek itu.
”Dengan begitu, oknum atau orang-orang yang berniat melakukan korupsi berpikir dua kali untuk melakukannya. Namun, korupsi di birokrasi ini memang sudah sistemik sehingga perbaikan atau pencegahannya juga harus sistemik, yang salah satunya itu transparansi,” katanya.
Kerabat Kerja
Penulis:
Editor:
Penyelaras Bahasa: